Matusalem: Manusia Tertua dalam Alkitab
Pendahuluan
Matusalem (Methuselah) merupakan salah satu tokoh paling menarik dalam Kitab Kejadian di Alkitab. Ia dikenal sebagai manusia tertua yang pernah hidup, dengan usia mencapai 969 tahun. Kisahnya tidak hanya menarik karena umurnya yang luar biasa panjang, tetapi juga sebagai bagian dari silsilah patriark sebelum terjadinya air bah.
Asal Usul dan Keluarga
Matusalem adalah cucu dari Adam dan Hawa, melalui garis keturunan Set (anak ketiga Adam). Berikut garis keturunannya menurut Kejadian 5:
- Adam → Set → Enos → Kenan → Mahalaleel → Yared → Henokh → Matusalem → Lamekh → Nuh.
Matusalem lahir dari Henokh, yang dikenal sebagai seorang manusia yang berjalan bersama Tuhan dan diangkat ke surga tanpa mengalami kematian (Kejadian 5:21-24).
Umur Panjang Matusalem
Kejadian 5:27 mencatat bahwa Matusalem hidup selama 969 tahun, menjadikannya manusia yang paling panjang umur dalam catatan Alkitab. Umur ini melampaui usia tokoh-tokoh lain pada zaman antediluvium (sebelum air bah). Umurnya yang panjang ini sering menjadi bahan diskusi dan refleksi baik secara teologis maupun historis.
Makna Nama Matusalem
Nama “Matusalem” dalam bahasa Ibrani biasanya diartikan sebagai “Kematian yang membawa kematian” atau “Keturunan dari Leluhur.” Ada juga penafsiran bahwa namanya mengandung arti doa atau harapan akan hidup yang panjang.
Peran dan Zaman Hidup Matusalem
Matusalem hidup di masa ketika manusia masih mengalami umur sangat panjang. Ia hidup di era sebelum air bah yang sangat terkenal dalam Alkitab. Diperkirakan Matusalem meninggal pada tahun yang sama dengan air bah terjadi, sehingga namanya sering dikaitkan dengan peringatan tentang hukuman Allah atas dunia yang jahat.
Apa yang Dapat Kita Pelajari dari Matusalem?
- Ketahanan Zaman
Usia Matusalem yang luar biasa menunjukkan betapa Allah memberikan kesempatan panjang kepada manusia untuk bertobat dan hidup sesuai kehendak-Nya. - Kesadaran akan Kematian
Nama Matusalem sendiri mengandung peringatan tentang kematian, mengingatkan kita bahwa tidak peduli berapa lama hidup kita, kematian pasti akan datang dan kita harus siap menghadapinya. - Pentingnya Menjalani Hidup yang Berkenan kepada Tuhan
Meskipun Matusalem sendiri hidup lama, yang lebih penting adalah bagaimana ia menjalani hidupnya dalam terang Firman Allah. Kita juga dipanggil untuk hidup benar dan setia seperti Henokh yang merupakan ayahnya.
Tokoh Terkait: Henokh, Ayah Matusalem
Henokh adalah sosok penting dalam garis keturunan Matusalem. Dia disebutkan sebagai orang yang “berjalan bersama Allah,” dan hanyalah satu dari dua manusia (bersama Nabi Elia) yang diangkat ke surga tanpa mengalami kematian (Kejadian 5:24). Henokh berperan membentuk keluarga dan keturunan yang baik, termasuk Matusalem.
Kesimpulan
Matusalem adalah salah satu tokoh Alkitab yang menarik untuk dipelajari karena usianya yang sangat panjang dan posisinya dalam silsilah manusia sebelum air bah. Tokoh ini mengingatkan kita bahwa hidup yang panjang bukanlah tujuan utama, melainkan bagaimana kita hidup setia dan benar di hadapan Tuhan. Pesan paling penting yang bisa kita ambil adalah bahwa setiap manusia harus sadar akan kasih, kuasa, dan penghakiman Allah serta mempersiapkan diri menghadapi masa depan yang kekal.



Satu tanggapan untuk “Matusalem”
Buku: “JEJAK ANUGERAH: Sejarah Hidup dalam
Pemeliharaan Tuhan”
Penulis: Oleh Anugerah Gea.
A. KATA PENGANTAR
“Hidup adalah sebuah perjalanan panjang yang penuh dengan dinamika:
suka, duka, tangis, dan tawa. Buku ini lahir dari perjalanan nyata seorang anak desa
yang mengalami pemeliharaan Tuhan dalam setiap detail hidupnya. Bukan karena
kekuatan diri sendiri, melainkan karena anugerah Allah semata. Setiap langkah
dalam hidup ini, meski terkadang penuh dengan cobaan dan tantangan, membawa
kita kepada pemahaman yang lebih dalam tentang kasih dan kesetiaan Tuhan.
Perjalanan ini mengajarkan kita bahwa tidak ada satu pun momen dalam hidup yang
terjadi tanpa tujuan, dan di balik setiap peristiwa, baik atau buruk, ada tangan Tuhan
yang bekerja untuk membawa kita lebih dekat kepada-Nya.
“Melalui buku ini, saya ingin membagikan kisah-kisah yang mungkin juga
saya alami dalam hidup saya yang menunjukkan bahwa meskipun hidup ini penuh
dengan ketidakpastian, kita tetap bisa menemukan kedamaian dalam pemeliharaan
Tuhan. Setiap pengalaman saya, baik itu kegagalan maupun kemenangan, adalah
bagian dari pembentukan karakter saya sebagai anak-anak Tuhan Yesus. Tuhan
mengajarkan saya untuk bersyukur dalam segala keadaan dan untuk melihat Dia
dalam setiap langkah perjalanan. Kiranya setiap halaman yang Anda baca membawa
Anda lebih dekat kepada Sang Sumber Kehidupan, Yesus Kristus. Semoga kisah ini
menginspirasi Anda untuk semakin mengandalkan Tuhan dalam setiap situasi,
karena hanya di dalam Dia kita menemukan kekuatan untuk bertahan, harapan
untuk masa depan, dan damai sejahtera yang tidak tergoyahkan. Melalui buku ini,
saya berharap Anda juga menemukan keindahan dalam perjalanan hidup saya
sendiri, mengetahui bahwa Tuhan selalu menyertai, memberikan kekuatan dan
penghiburan pada setiap langkah yang saya ambil. Saya percaya bahwa Tuhan
2
memiliki tujuan yang indah di balik setiap peristiwa dalam hidup kita, dan meskipun
kita mungkin tidak selalu memahami jalan-Nya, kita dapat meyakini bahwa Dia
selalu bekerja untuk kebaikan kita. Semoga perjalanan ini juga membawa Anda pada
pemahaman yang lebih dalam tentang kasih Tuhan yang tidak terbatas, yang selalu
hadir untuk membawa kita melewati setiap tantangan dengan hati yang penuh
pengharapan.
3
BAB 1
AWAL KEHIDUPAN DI DESA
Saya lahir di sebuah desa kecil, Namohalu Esiwa, di tempat yang sederhana
dengan pemandangan alam yang indah dan angin yang sejuk. Hidup di sana sangat
sederhana, tanpa kemewahan atau teknologi modern. Kehidupannya tenang, di
mana waktu seakan berjalan lebih lambat dan kedamaian terasa di setiap sudut
desa. Namun, justru di tempat yang sederhana itulah, benih iman pertama kali
tumbuh dalam hatiku, ditanamkan oleh orang tua yang selalu mengajarkan nilai
nilai kasih, doa, dan ketekunan dalam setiap langkah hidup saya.
Keluargaku bukan keluarga kaya. Ayah bekerja keras di ladang, sementara
ibuku adalah ibu rumah tangga yang selalu mengajarkan kami tentang ketekunan
dan doa. Setiap pagi, kami berkumpul bersama di ruang tamu yang sederhana,
duduk di atas kursi untuk membaca Alkitab dan berdoa bersama. Meskipun hidup
kami sederhana, saat itulah aku pertama kali merasakan kasih Tuhan yang
menguatkan dan membimbing kami setiap hari.
Masa kecilku penuh dengan perjuangan. Pergi ke sekolah bukan perkara
mudah. Setiap pagi aku harus berjalan kaki sejauh beberapa kilometer melewati
jalan berbatu. Saat musim hujan, jalan itu berubah menjadi lumpur yang licin dan
berbahaya. Namun, semangat dalam hatiku tidak pernah padam. Dalam perjalanan
itulah, aku sering menggumamkan doa-doa sederhana: “Tuhan, kuatkan aku hari
ini.”
Sekolah di desa kami juga sangat sederhana. Dindingnya terbuat dari kayu
yang sudah mulai lapuk, dan atapnya terbuat dari seng yang berkarat, sering kali
berderak ketika hujan turun. Buku pelajaran yang kami miliki sangat terbatas,
sering kali kami harus bergantian membacanya, dan beberapa halaman sudah lusuh
atau robek. Meskipun begitu, para guru kami selalu mengajar dengan penuh
semangat, meskipun mereka digaji dengan sangat sedikit dan kadang harus bekerja
4
keras di luar jam sekolah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mereka tak pernah
mengeluh, dan selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi kami. Aku menyadari
bahwa meski keadaan kami serba kekurangan, di sinilah Tuhan sedang
membentukku, mengajarkan tentang ketekunan, rasa syukur, dan nilai-nilai hidup
yang lebih dalam. Setiap pelajaran, baik yang tertulis maupun yang tak tertulis,
menjadi bagian dari proses Tuhan membentuk karakternya.
Suatu hari, saat aku pulang sekolah, hujan deras mengguyur dengan tiba
tiba. Aku berlari-lari kecil sambil membawa tas yang hampir basah kuyup. Di
tengah perjalanan, aku terpeleset dan jatuh. Lututku berdarah, air mata mengalir.
Tapi anehnya, di tengah rasa sakit itu, aku merasakan pelukan hangat di hatiku
seolah Tuhan berbisik, “Aku bersamamu.”
Dari kecil, aku belajar bahwa hidup tidak selalu mudah. Tetapi di setiap air
mata, ada tangan Tuhan yang menopang. Di setiap kejatuhan, ada kasih-Nya yang
mengangkat.
Aku pun mulai mengerti, bahwa pemeliharaan Tuhan tidak selalu berarti
hidup tanpa kesulitan, tetapi berarti ada kekuatan yang menopang di tengah
kesulitan.
Ayat Penutup Bab 1:
“Sebab Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya kepadamu untuk
menjaga engkau di segala jalanm”Mazmur 91:11 (TB).
Pokok Doa:
Bapa yang baik, terima kasih untuk setiap langkah pertama yang
Engkau tuntun dalam hidupku. Ajarku untuk selalu percaya bahwa Engkau
memegang tanganku dalam setiap perjalanan, walaupun jalannya terjal.
Amin.
5
BAB 2
JEJAK LANGKAH KECIL MENUJU PENDIDIKAN
Dalam keluarga kami, pendidikan adalah yang utama, meskipun kami tidak
memiliki banyak harta. Ayah dan Ibu selalu berusaha memberikan yang terbaik
untuk kami, meskipun terkadang mereka harus bekerja keras untuk mencapainya.
Namun, mereka selalu mengingatkan kami dengan penuh kasih, “Belajarlah, Nak. Itu
satu-satunya warisan terbaik yang bisa kami berikan.” Kata-kata itu menjadi
motivasi bagi kami untuk belajar dengan sungguh-sungguh, karena kami tahu
bahwa pendidikan akan membuka pintu masa depan dan menjadi bekal hidup yang
tak ternilai.
Aku mengambil kata-kata itu seperti sabda suci. Setiap pagi, setelah
membantu pekerjaan rumah seperti mencari kayu bakar atau memberi makan
ternak, aku pergi ke sekolah dengan penuh semangat. Bukan karena aku yakin
masa depan cerah menunggu, tetapi karena aku yakin bahwa belajar adalah bagian
dari ketaatanku kepada Tuhan.
Di sekolah, aku dikenal sebagai anak yang nakal, pemarah, dan sering kali
sulit untuk mengendalikan emosiku. Banyak teman-teman yang menghindariku,
dan aku sering bertengkar dengan mereka. Meski terkadang tubuhku lelah, aku
tidak pernah menyerah. Aku terus berusaha untuk belajar dan memperbaiki diriku.
Setiap nilai baik yang aku raih, aku persembahkan dalam doa syukur kepada Tuhan,
karena aku tahu itu semua bukan hanya karena usahaku sendiri, tapi juga berkat
penyertaan-Nya. Di balik segala kelemahanku, aku mulai merasakan bahwa Tuhan
selalu ada untuk menguatkanku dan memberiku semangat untuk terus maju.
Di desa kami, gak ada kepustakaan, jadi kami bergiliran membaca buku yang
dipinjam di sekolah kecil yang berdiri sederhana di sudut pasar. Setiap minggu,
orang tua selalu membina kami, mengarahkan kami untuk membaca dengan tekun.
Aku dan saudara-saudaraku, yang berjumlah delapan orang, dipaksa oleh Ayahku
6
untuk membaca buku waktu di sana, membolak-balik halaman demi halaman buku
bekas yang sudah usang. Buku-buku itu membawaku berkelana, menjelajahi dunia
yang jauh dari jangkauanku, menghidupkan imajinasi, dan memberi aku wawasan
tentang kehidupan yang lebih besar dari desa kami. Di antara halaman-halaman itu,
kami menemukan kisah-kisah yang menginspirasi, tentang perjuangan, harapan,
dan mimpi yang tak terbatas. Buku-buku itu menjadi pintu gerbang kami untuk
melihat dunia dengan cara yang berbeda, dan setiap kali kami membaca, kami
merasa seolah sedang bertemu dengan teman-teman baru yang siap membawa
kami pergi ke tempat-tempat yang tak pernah kami bayangkan sebelumnya.
Salah satu buku yang sangat berkesan bagiku adalah sebuah buku Alkitab
rohani kecil berjudul “Mengasihi Allah dengan Segenap Hati”. Buku itu mengubah
hidupku. Aku mulai mengerti bahwa hidup ini bukan hanya soal bertahan, tetapi
soal mengenal Tuhan lebih dalam, menjalani hidup dengan tujuan yang lebih tinggi,
dan mencintai-Nya dengan segala yang ada dalam diriku. Setiap halaman buku itu
mengajarkanku tentang pentingnya hubungan pribadi dengan Tuhan, bukan
sekadar rutinitas agama. Aku mulai melihat bahwa iman bukan hanya sekedar kata
kata, tetapi harus tercermin dalam tindakan sehari-hari. Buku itu memberi
perspektif baru tentang bagaimana aku bisa hidup sesuai dengan kehendak Tuhan,
mengasihi sesama, dan memberi dampak positif bagi dunia di sekitarku. Setiap kali
aku membaca bagian-bagian tertentu, aku merasakan kedamaian dan pengertian
yang lebih dalam tentang kasih Allah yang tak terbatas, yang mengubah cara
pandangku terhadap hidup ini.
Aku ingat suatu malam, saat lampu minyak hampir habis, aku duduk
membaca Alkitab di sudut rumah. Di tengah sunyi malam, aku menemukan ayat ini:
“Tuhanlah gembalaku, takkan kekurangan aku” (Mazmur 23:1). Kata-kata itu
seperti menembus kedalaman hatiku, membawa ketenangan yang luar biasa. Dalam
kegelapan malam itu, aku merasakan kehadiran Tuhan yang begitu dekat, seolah
olah Dia berkata bahwa aku tidak perlu khawatir, karena Dia selalu menyediakan
apa yang aku butuhkan. Ayat itu memberi aku pengharapan baru dan
7
mengingatkanku bahwa dalam setiap keadaan, Tuhan akan selalu menyertai dan
memelihara hidupku. Aku merasa seolah-olah Tuhan berbicara langsung kepadaku,
menguatkan hatiku yang selama ini dipenuhi dengan kecemasan. Malam itu, dalam
keheningan, aku menyadari betapa dalam kasih Tuhan yang tak pernah
meninggalkan umat-Nya, apapun yang terjadi.
“Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan.”
— Amsal 1:7 (TB)
Sejak saat itu, aku bertekad: pendidikan bukan hanya untuk dunia ini, tetapi
untuk mengenal Allah lebih dalam lagi.
Ayat Penutup Bab 2:
“Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan
ditambahkan kepadamu.”
— Matius 6:33 (TB)
Pokok Doa
Ya Tuhan, penuhilah aku dengan kerinduan untuk mengenal-Mu melalui
setiap pelajaran hidupku. Jadikan setiap langkah kecilku sebagai perjalanan
untuk memuliakan-Mu. Amin.
8
BAB 3
MEMBUKA JENDELA DUNIA
Ketika akhirnya aku diterima di perguruan tinggi, rasanya seperti mimpi.
Aku, seorang anak desa, kini menapaki dunia baru yang lebih luas dan lebih
menantang. Tetapi perjalanan ini tidak mudah.
Beban ekonomi keluarga membuat aku harus bekerja sambil kuliah. Aku
pernah pealyana di Surabaya, di Menara Doa, untuk cari uang kuliah, dan sekolah
juga. Aku berterima kasih karena mereka telah membantu saya, terutama Ibu Dim
yang selalu memberikan semangat kepada saya, baik saat aku merasa lelah maupun
putus asa. Semua yang aku lakukan tanpa malu. Sebab aku percaya, semua itu adalah
bagian dari jalan yang Tuhan buka bagiku. Setiap langkah yang aku ambil, setiap
usaha yang aku kerahkan, aku yakin Tuhan menyertai dan memberkati setiap
pekerjaan yang aku lakukan. Kadang aku merasa lelah dan hampir menyerah, tetapi
Ibu Dim dan teman-teman di Menara Doa selalu mengingatkan aku untuk tetap kuat
dan percaya bahwa Tuhan punya rencana indah dalam setiap perjalanan hidupku.
Mereka mengajarkanku bahwa tidak ada pekerjaan yang rendah, yang penting
adalah bagaimana kita melakukannya dengan hati yang tulus dan penuh integritas.
Aku merasa diberkati bisa belajar dari pengalaman-pengalaman itu, karena setiap
tantangan yang aku hadapi, semakin mendekatkan aku pada Tuhan dan membuatku
lebih bersyukur.
Seringkali, aku pulang kuliah dengan tubuh lelah dan mata berat karena
kurang tidur. Tapi di dalam hatiku, ada sukacita yang aneh. Sukacita karena aku
tahu bahwa aku sedang berjalan di jalur yang Tuhan siapkan.
Dalam kesendirian malam, aku sering berdoa sambil menangis. Ada rasa
takut, ada rasa lelah, ada rasa tidak mampu. Tapi setiap kali aku membaca Firman
Tuhan, aku mendapatkan kekuatan baru.
9
“Aku dapat melakukan segala sesuatu di dalam Dia yang memberi kekuatan
kepadaku.”
— Filipi 4:13 (TB)
Suatu malam, aku hampir menyerah. Uang di dompetku tinggal recehan.
Tugas kuliah menumpuk. Tubuhku hampir rubuh. Tapi di tengah malam itu, aku
mendengar suara hati kecil berbisik, “Tetap kuat, Aku bersamamu.”
Dan aku bangkit. Bukan dengan kekuatanku, tetapi dengan kekuatan dari
Tuhan.
Ayat Penutup Bab 3:
“Sebab Allah tidak memberikan kepada kita roh ketakutan, melainkan roh yang
membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.”
2 Timotius 1:7 (TB)
Pokok Doa
Tuhan yang setia, kuatkanlah aku saat aku merasa lemah. Ajar aku untuk
selalu mengandalkan kekuatan-Mu dalam setiap pergumulan hidupku.
Amin.
10
BAB 4
PERJUANGAN DI PERGURUAN TINGGI
Pendidikan tinggi adalah pintu yang membuka dunia lebih luas lagi. Namun,
jalan menuju pintu itu tidaklah mulus. Ketika aku diterima di universitas, ada
perasaan campur aduk antara kegembiraan dan kecemasan. Aku tahu, ini adalah
kesempatan besar, tetapi aku juga tahu betul bahwa tantangannya tidak akan
mudah.
Aku tiba di kota besar, Malang, dengan hanya membawa sedikit uang, sebuah
tas punggung, dan harapan besar. Keterbatasan finansial membuatku harus
memutar otak. Kuliah bukanlah sekadar belajar di kelas, tetapi juga tentang
bertahan hidup. Aku harus bekerja paruh waktu untuk menutupi biaya hidup dan
pendidikan. Setiap hari, aku berjalan kaki, bahkan saya pernah diberikan
kesempatan untuk melayani di Providensia sebagai staf, dari satu pekerjaan ke
pekerjaan lainnya. Tantangan demi tantangan datang silih berganti, namun setiap
langkah membawa pelajaran berharga yang semakin menguatkan tekadku. Melalui
perjalanan ini, aku belajar untuk tidak hanya mengandalkan kemampuan diri, tetapi
juga percaya bahwa Tuhan selalu menyediakan jalan, bahkan ketika situasi tampak
sulit.
Ada kalanya aku merasa sangat lelah, bahkan hampir putus asa. Namun,
Tuhan selalu memberikan kekuatan tepat pada waktunya. Di malam-malam yang
panjang, saat tugas kuliah menumpuk dan aku merasa kehabisan tenaga, aku sering
11
berdoa dengan sungguh-sungguh: “Tuhan, tolong aku. Aku tidak tahu bagaimana
harus bertahan, tetapi aku tahu Engkau menyertai aku.”
Aku ingat suatu malam yang penuh keputusasaan, di mana aku hampir
menyerah. Aku telah bekerja seharian penuh, mengerjakan tugas kuliah, dan merasa
hampir jatuh. Namun, saat aku membuka Alkitab dan membaca Filipi 4:13, seolah
ada kekuatan yang mengalir dalam diriku. “Aku dapat melakukan segala sesuatu di
dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku,” tulis Paulus. Kata-kata itu seolah
olah berbicara langsung kepadaku. Aku bangkit, melanjutkan perjuangan itu, dan
menyelesaikan semua yang harus dilakukan.
Perjuanganku bukan hanya soal akademik, tetapi juga soal memelihara iman.
Di tengah kesibukan kuliah dan bekerja, aku tidak pernah melupakan waktu doa dan
ibadah. Setiap minggu, aku selalu mencari gereja atau komunitas rohani di kota itu
untuk memperbaharui semangatku. Aku menyadari bahwa tanpa Tuhan, aku tidak
akan sanggup melewati semua ini.
Ayat Penutup :
“Tetapi Allah yang memberi semangat dan ketekunan, dan kesabaran.” – Roma 15:5
(TB)
Pokok Doa
Tuhan yang setia, terima kasih atas setiap kekuatan yang Engkau berikan
dalam perjuanganku. Ajarku untuk selalu bergantung kepada-Mu, bahkan
ketika jalan terasa berat. Amin.
12
BAB 5
PANGGILAN YANG MEMBUAT AKU BERANI
Di tengah segala kesulitan, aku mulai merasakan adanya panggilan yang kuat
dalam hidupku. Panggilan ini bukan sekadar keinginan pribadi, tetapi lebih kepada
suara Tuhan yang mengarahkan langkahku. Sejak kecil, aku sudah tertarik pada
pelayanan rohani, tetapi waktu itu aku merasa tidak layak. Namun, semakin aku
mendalami Firman Tuhan, semakin aku merasakan bahwa Tuhan memanggilku
untuk melayani-Nya. Setiap doa yang kuucapkan, setiap ayat yang kubaca, semakin
meyakinkanku bahwa pelayanan ini adalah jalan yang harus kutempuh. Bahkan di
tengah keterbatasan dan kesulitan yang kuhadapi, aku merasakan kedamaian dan
kepastian dalam hatiku, bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan aku dalam
perjalanan ini. Aku mulai belajar untuk menanggalkan rasa takut dan ragu, dan
menggantungkan harapanku sepenuhnya pada-Nya. Melalui pelayanan, aku
menemukan makna hidup yang lebih dalam, dan semakin merasa dekat dengan
Tuhan.”
Awalnya, aku merasa ragu. Aku tahu perjalanan menjadi seorang pendeta
bukanlah hal yang mudah. Namun, ada suatu keyakinan dalam hati yang
menguatkan diriku. Tuhan berkata, “Jangan takut, sebab Aku akan menyertaimu.”
Dan saat itu, aku merasa yakin bahwa inilah jalanku. Aku memutuskan untuk
mengambil langkah besar dalam hidup ini, meskipun itu berarti harus menghadapi
banyak tantangan baru.
13
Aku mulai mengikuti pendidikan teologi secara lebih serius. Setiap hari, aku
belajar lebih dalam tentang Firman Tuhan, tentang pelayanan, dan bagaimana cara
menjadi hamba Tuhan yang baik. Dalam proses ini, aku merasa ada kekuatan baru
yang mengalir dalam hidupku. Walaupun tubuhku lelah, hatiku dipenuhi sukacita
karena aku tahu bahwa aku sedang berjalan dalam rencana Tuhan.
Di setiap langkah yang aku ambil, Tuhan selalu hadir untuk memelihara dan
memberkati. Aku belajar bahwa melayani Tuhan bukan hanya tentang mengerjakan
tugas, tetapi tentang mengasihi-Nya dengan segenap hati. Itulah yang aku pegang
teguh hingga hari ini.
Ayat Penutup Bab 5:
“Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin
tersembunyi.” – Matius 5:14 (TB)
Pokok Doa :
Tuhan, terima kasih karena Engkau telah memanggilku untuk melayani-Mu.
Berikan aku kekuatan dan hikmat untuk menjadi terang di dunia ini. Amin.
14
KESIMPULAN
Kesimpulan buku “Jejak Anugerah: Sejarah Hidup dalam Pemeliharaan Tuhan”
ini adalah perjalanan panjang seorang anak desa yang menghadapi berbagai
tantangan hidup, namun selalu merasa dipelihara oleh Tuhan. Dari kehidupan yang
sederhana di desa, perjuangan untuk mendapatkan pendidikan, hingga akhirnya
melangkah ke dunia perguruan tinggi dan menjalani panggilan pelayanan,
semuanya menunjukkan bahwa hidup ini bukan hanya soal usaha manusia semata,
tetapi juga tentang bagaimana Tuhan selalu hadir dalam setiap langkah hidup kita.
Dalam setiap bab, penulis membagikan kisahnya yang penuh dengan
kesulitan, tetapi juga penuh dengan pengharapan dan kekuatan yang berasal dari
Tuhan. Setiap rintangan yang dihadapi tidak membuat penulis mundur, melainkan
semakin menguatkan imannya. Dari berjalan kaki menuju sekolah di desa, berjuang
di perguruan tinggi, hingga akhirnya menjawab panggilan Tuhan untuk melayani,
semua ini adalah bukti nyata bahwa Tuhan menyertai dan memelihara kehidupan
kita.
Buku ini mengajak saya untuk melihat hidup dengan perspektif yang berbeda,
di mana setiap kesulitan adalah bagian dari rencana Tuhan yang lebih besar. Tidak
ada hal yang sia-sia dalam hidup ini, dan melalui setiap tantangan, saya belajar
untuk lebih bergantung pada Tuhan dan melayani sesama dengan hati yang tulus.
Melalui pelayanan, kita menemukan sukacita yang sejati, dan setiap langkah yang
diambil untuk memuliakan Tuhan akan diberkati-Nya, meskipun berat tapi yakin
15
Tuhan selalu menyertai. Dalam setiap tantangan dan kelemahan yang saya alami,
saya semakin memahami bahwa kekuatan sejati datang bukan dari diri sendiri,
tetapi dari Tuhan yang memberi kita keberanian dan ketekunan untuk terus maju.
Tuhan tidak pernah meninggalkan kita, bahkan dalam situasi yang paling sulit
sekalipun, dan melalui itu semua, kita bisa merasakan kasih-Nya yang tak terhingga,
yang terus memberi harapan dan tujuan dalam hidup ini.”
Kesimpulannya, perjalanan hidup yang penuh dengan perjuangan ini adalah
cerminan dari anugerah Tuhan yang tak terbatas. Tuhan selalu menyediakan jalan
bagi mereka yang setia dan bergantung pada-Nya.
16
BAB 6
MEMBANGUN HATI MELAYANI
Panggilan yang kudapatkan tidak berhenti pada satu titik saja. Melayani
bukan hanya tentang berkhotbah di mimbar, tetapi tentang membangun hati yang
tulus untuk melayani orang lain. Di setiap kesempatan, aku berusaha untuk menjadi
berkat bagi orang di sekitarku. Dalam pelayanan, aku belajar untuk lebih peka
terhadap kebutuhan orang lain, bukan hanya tentang apa yang aku inginkan, tetapi
tentang apa yang orang lain butuhkan.
Aku mulai melibatkan diri dalam pelayanan gereja lokal dan di luar gereja.
Ada banyak tantangan, namun aku merasa Tuhan selalu membuka jalan. Melalui
pelayanan, aku juga menemukan banyak sahabat baru yang saling menguatkan dan
mendukung. Kami belajar bersama, berdoa bersama, dan saling berbagi dalam kasih
Tuhan.
Melayani juga berarti belajar untuk mengampuni, berkorban, dan memberi
tanpa mengharapkan balasan. Aku belajar bahwa dalam melayani, ada sukacita yang
17
tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Setiap kali aku melihat orang-orang yang aku
layani merasa diberkati, hatiku dipenuhi sukacita yang tiada tara.
Ayat Penutup Bab 6:
“Sebab bahkan Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk
melayani dan memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” –
Markus 10:45 (TB)